Mendaki?
Pernahkah anda mendaki suatu gunung? Mendaki merupakan suatu hoby ekstrim, tak
sembarang orang bisa menjalani hoby ekstrim ini, selain harus berjalan jauh
yang membutuhkan tenaga ekstra, para pendaki harus menahan berat beban yang
dirangkulnya.
Indonesia
merupakan surganya para pendaki, gugusan pegunungan tinggi dari sabang sampai
merauke seolah menjadi tantangan bagi para pendaki untuk menahlukannya selain
itu Indonesia memiliki gunung jayawijaya yang termasuk dalam salah satu puncak
tertinggi di dunia yang terletak di pulau papua. Terjulang tinggi gunung-gunung
yang memiliki yang menawan seperti gunung semeru yang melegenda, gunung bromo,
gunung rinjani dan lain-lain.
Kali
ini penulis akan berbagi pengalaman tentang pengalaman menahlukan beratnya
medan gunung penanggungan.
Gunung
penanggungan merupakan suatu gunung yang memiliki ketinggian 1653 MDPL, gunung
penanggungan ini termasuk gunung berapi yang sedang tidur atau tidak aktif,
banyak orang yang menyebut gunung penanggungan adalah replica dari gunung
semeru, hal ini dikarenakan puncak pawitra memiliki bentuk seperti puncak
mahameru gunung semeru yang sangat tandus.
Cerita Awal Pendakian
Pada tanggal 16 agustus 2015, penulis beserta rombongan berniat untuk melaksanakan kegiatan upacara kemerdekaan republic Indonesia ke 70 tahun di tahun 2015 di puncak pawitra. Kebetulan penulis beserta rombongan mengambil jalur jolotundo, mojokerto jawa timur, alasan pemilihan jalur pendakian jolotundo dikarenakan jalurnya yang masih mudah dan tak begitu berat serta info terbaru yang didapat penulis akan adanya kegiatan pendakian massal gunung penanggungan dari jalur jolotundo. Setelah 4 jam perjalanan dari lamongan menuju pos perijinan gunung penanggungan jalur jolotundo, penulis beserta rombongan akhirnya sampai juga di pos perijinan jolotundo, setelah proses registrasi selesai penulis dan para rombongan akhirnya memulai menuju garis start, namun sebelum melewati jalur start para pendaki mendapatkan arahan dari pihak relawan dan tim sar untuk menjaga kekompakan,menjaga keseimbangan alam dan berdoa bersama untuk meminta keselamatan selama mendaki dan turun dari gunung.
Pendakian
menggunakan jalur jolotundo menuju puncak bayangan hanya membutuhkan waktu
selama 4 jam, tanjakan, turunan, rimbunan pepohonan hutan alam menjadi
rintangan tersendiri, hanya dengan modal tongkat dari kayu penulis berserta
rombongan menyusuri lebatnya hutan alam dengan beralasan tumpukan batu yang
terjal.’setelah berjalan selama setengah jam akhirnya sampai juga di pos I,
namun karena alasan keterbatasan waktu maka penulis dan rombongan tidak
beristirahat di pos I melainkan melanjutkan ke pos II yang membutuhkan waktu
selama satu jam, setelah berjalan dari pos I ke pos II jalur pendakian terasa
semakin menyempit, hanya tampak pohon jati raksasa dikanan kiri yang diselimuti
dengan semak belukar, disaat penulis sampai di pos II ,penulis sempat kaget
dengan kedatangan tim relawan menandu seorang pendaki yang terluka dibagian
kepala, dan mulai saat ini kami terus berhat-hati dalam melanjutkan perjalanan
pendakian menuju pos III Dan pos ke IV, setelah beristirahat sekitar 30 menit,
akhirnya kami melanjutkan pendakian menuju pos III Dan ke pos IV, selama menuju
pos III kami tidak mengalami hambatan apapun dalam berjalan, sebelum sampai di
pos IV kami pun bertemu dengan teman-teman pendaki yang lain yang ikut mendaki
dalam menyemarakan hari kemerdekaan Indonesia ke 70 tahun, dan berfoto bersama sebagai tanda
kenang-kenangan bersama, setelah asik berfoto ria kami melanjutkan pendakian
menuju pos ke IV, namun karena alas an waktu maka kami melanjutkan pendakian
menuju puncak bayangan, mungkin inilah jalur pendakian yang sangat berat, kami
harus berjalan dengan kemiringan 40-50 derajat diatas batu catas yang licin dan
tajam untuk menuju puncak bayangan, dengan rasa semangat kemerdekaan yang
mengelora akhirnya kami sampai juga di puncak bayangan, namun disaat penulis
meminta untuk berhenti dan mendirikan tenda dipuncak bayangan, para rekan
penulis tidak menyetujui dan meminta untuk melanjutkan pendakian menuju puncak
pawitra, namun setelah berjalan selama 30 menit akhirnya kami memutuskan untuk
mendirikan tenda untuk berisitirahat dan bermalam dilereng gunung penanggungan
dengan kemiringan sekitar 50 derajat.
Bermalam Di Lereng Penanggungan
Diatas Puncak Bayangan
Setelah
berjalan kurang lebih 3 jam dari pos perijinan hingga ke lokasi tenda, akhirnya
kami memutuskan untuk melaksanakan ibadah sholat ashar yang di jama’ dengan
sholat dzuhur, mungkin baru kali ini penulis melaksanakan sholat di ketinggian
lebih dari 1000 MDPL, setelah sholat salah satu teman penulis mempersiapkan
masakan untuk makan malam dengan menu pecel,soto, kare, dalam satu kemasan mie
instan, setelah makan saya beserta kawan-kawan mulai lelah hingga akhirnya
tertidur pulas. Kriiing…kriiing… suara alarm berbunyi mendengar alarm hp berbunyi saya pun bangun dan segera membangunkan kawan-kawan untuk segera menunju pucuk gunung untuk melihat sunrise, setelah semua bangun kami bersama-sama melihat sunrise dipucuk gunung
"subhanallah... betapa indahnya sunrise dipuncak bayangan" dalam hati aku berkata.
ini menjadi moments terindah selama hidup, kami pun tak menyianyiakan moment indah ini untuk berselfie.
Waktu telah menunjukan pukul 07.00 pagi kami segera kembali ke tenda dan mempersiapkan bahan makanan untuk dimasak untuk sarapan, kami berbagi tugas ada yang mempersiapkan kompor gas,ada yang menyiapkan wadah aluminium. untuk sarapan kali ini menunya adalah mie instants.
setelah semua masakan sudah matang, kami segera mencari tempat yang nyaman untuk menikmati sarapan pagi kami, kami pun memutuskan kembali ke pucuk puncak bayangan tempat melihat sunrise tadi, mungkin ini sarapan termahal dan terindah. karena sarapan kali ini kami makan diatas puncak gunung dengan background sang arjuna yang gagah didepan mata.
setelah sarapan kami segera kembali ketenda dan membereskan tenda, mengingat waktu telah menunjukan pukul 08.00 pagi, karena besok kami harus sekolah, maka kami memutuskan untuk turun dari gunung dan kembali pulang. setelah semua tenda dan perlengkapan yang kami bawa telah kami kemasi kami segera turun dari gunung. kami turun dengan melewati rute yang telah kami lalui waktu awal mendaki. setengah jam setelah kami turun akhirnya kami sampai di pos 4, kami terus berjalan hingga akhirnya kami sampai juga di pos pertama dalam waktu 3 jam. setelah sampai dipos pertama kami segera laporan ke pos pemantauan bahwa kami telah turun dari gunung, setelah itu kami segera berjalan menuju pasar dan mencari angkot untuk menuju kota mojokerto sebagai transit awal sebelum kembali ke kota babat.